Kalau PAS #3 gue menceritakan tentang seseorang yang (dari awal sudah) gue sukai, maka sekarang gue akan menceritakan tentang orang yang harus melalui suatu proses sebelum gue sukai.
Siapa lagi kalau bukan mentor gue. Atau yang biasa gue sebut sebagai K oppa.
Seperti yang pernah gue ceritakan juga sebelumnya, pemilihan mentor ini dilakukan secara random melalui pemilihan barang-barang punya mereka. Dan gue sebagai orang terakhir yang memilih mendapatkan sebuah dompet kulit berwarna coklat milik K oppa.
Sebuah pertemuan yang diawali dari sebuah dompet.
Ya, pertemuan itu ada banyak macamnya. Kalau di novel dan FTV, 2 orang saling bertemu lewat tabrakan dimana nanti ceweknya yang biasanya sedang membawa buku, semua bukunya akan terjatuh dan cowoknya bantuin mungutin, kemudian tangan mereka tidak sengaja saling bersentuhan, mata mereka saling bertemu, mereka jatuh cinta, terus mereka nikah, cowoknya selingkuh, mereka cerai dan rebutan harta gono-gini.
Biasanya begitu.
Tapi pertemuan gue lewat sebuah dompet coklat yang ternyata membawa berbagai cerita manis pahitnya bertemu dan berteman dengan orang Korea.
Ah, kenapa awalnya saja sudah melankolis gini sih.
ANYWAY IT'S GONNA BE A LONG POST. YOU HAVE BEEN WARNED.
As time goes on, tentu saja makin banyak komunikasi yang terjalin diantara gue, temen-temen gue dan K oppa. Kita jadi semakin tahu tentang dia. Like, warna kesukaan dia adalah mint, dia suka makanan pedas, dia benci orang Jepang, dia tersinggung begitu tahu bahwa kita mengira Hanja (karakter kuno huruf Korea) berasal dari China, dia sudah punya pacar (yang sangat cantik dan lucu), mereka pertama kali bertemua ketika umur mereka 18 dan 19 tahun, warna kesukaan ceweknya mint juga dan hubungan mereka sudah berjalan selama 4 tahun.
Sepertinya gue terlalu membeberkan banyak fakta di sini.
Awal kisah ga enak pertama ini dimulai saat salah satu temen gue (yang selanjutnya akan gue samarkan menjadi X) yang se-mentor membeberkan fakta bahwa dia pun menyukai warna mint. Hal ini disambut antusias oleh K oppa.
Semenjak saat itu gue merasa mulai ada sesuatu yang perlahan-lahan berubah.
Like, the way he talked to us; to x, it's different.
Awalnya gue tidak terlalu menganggap perubahan ini sebagai sesuatu yang serius. Gue bahkan mulai meledek X bahwa mungkin saja K oppa lebih menyukai dia daripada gue dan temen satu tim kita yang satu lagi, yaitu Y (lagi, gue samarkan).
(for readers that have read the previous posts, you can guess whether it's Ritha or Muthi)
Perlakuan beda itu terus berjalan, dari hal yang paling kecil, seperti memanggil nama X pertama untuk apa-apa, menyuruh x untuk melakukan sesuatu pertama, sampai puncaknya terjadi saat food festival.
Waktu ngantri makanan, gue lihat bahwa dia sedang membuat Dalgona (semacam permen yang pakai tangkai, manis banget, keras, ada taburan gula; untuk referensi bisa ditonton di EXO Showtime).
Beberapa saat kemudian, kita udah duduk enak di kelas dengan makanan masing-masing. Belum dapet Dalgona tapinya.
Sampai beberapa saat kemudian, salah satu tim PAS yang cewek membawakan sepiring Dalgona buat kita. Tapi dia bilang, sepiring itu ga cukup buat kita. Namanya anak Indonesia, ya gak ada yang mau ngalah, rebutanlah kita ke depan demi mendapatkan tuh makanan.
Gue sebagai orang yang tidak pernah mau mengalah kalau soal makanan - namun lambat bergerak - tetap bisa mendapatkan tuh Dalgona di saat-saat terakhir. Itu pun Dalgona nya kecil karena Dalgona gue dan temen gue saling menempel seperti kembar siam, dan kita harus mempoteknya.
Sayangnya, temen se-tim gue, x dan y tidak berhasil mendapatkan sang (?) Dalgona.
Baru beberapa menit gue makan, ada yang membuka pintu kelas, temen-temen gue langsung sedikit berisik. Gue yang lagi asik makan, tidak menghiraukan siapa yang baru masuk (kebetulan duduk membelakangi pintu).
Sampai gue lihat bahwa yang masuk adalah K oppa....
..... menuju X....
dan memberi X Dalgona nya secara langsung.
Gue bengong. Gue diem. Gue menatap Dalgona di tangan gue. Gue menatap K oppa. Gue menatap x. Gue menatap y yang juga diem. Dan gue menatap temen-temen gue yang langsung sibuk menyoraki dan berteriak "괜찮아! 괜찮아! 괜찮아!" - ("It's okay") - berulang-ulang.
Nadya, yang duduk sebelah gue (gue, x dan y duduk saling berjauhan karena food festival duduknya bebas), langsung menepuk-nepuk bahu gue. Dia menyebut nama gue pelan. Nada iba terdengar jelas di ucapannya.
Gue gak apa-apa.
Beberapa saat kemudian, ketika suasana kelas sudah mereda, beberapa temen-temen gue ternyata juga mendapatkan Dalgona dari mentor masing-masing. Gue menatap dengan senyum pahit.
Tiba-tiba pintu kelas gue kembali terbuka, dan K oppa datang kembali membawa Dalgona......
....menuju y.
Keheningan cukup lama terjadi sebelum temen-temen gue kembali bersorak meneriakkan kata-kata "It's okay" dalam Bahasa Korea kepada gue. Gue tidak ingin menjelaskan perasaan gue secara detail, gue cuma mau kalian menempatkan diri kalian menjadi gue saat itu juga.
Nadya, yang merasa cukup kasihan, berusaha memberitahu K oppa bahwa gue pun seharusnya dia kasih juga. Namun, gue berusaha menolak dengan menunjuk Dalgona gue dan mengatakan bahwa gak apa-apa, gue udah punya.
Namun, ternyata dia balik lagi dan - dengan paksa - membuang Dalgona gue yang lama dan memberi gue yang baru, yang lebih besar. Gue senang. Hari kembali terlihat indah di mata gue.
Gak beberapa lama, dia balik lagi, kali ini di kelas sudah ada 2 orang tim PAS cewek aka eonni. Mereka ngobrol-ngobrol sebentar. Sampai kemudian K oppa memanggil nama x dan menuyuruhnya ke depan.
Awalnya dia memuji bahwa hari itu x berpakaian dengan amat lucu. Gak apa-apa.
Kemudian, dia melepaskan gelang berwarna mint yang sedang dipakainya, dan menyodorkannya ke X sambil berkata bahwa itu adalah hadiah.
(apakah) Gue (masih) gak apa-apa (?).
Dalgona yang sedang gue makan langsung terasa pahit. Gigi gue langsung terasa sakit. Hari kembali terlihat mendung.
Keesokan harinya, gue berjanji akan mendiamkan K oppa. Ya, gue memang sangat kekanak-kanakan. Hanya karena sebuah gelang. Tapi, gue melaksanakan janji gue. Gue lebih banyak diam, ngangguk-ngangguk dan tersenyum.
Tiba-tiba, dia membawa 2 buah gelang yang terbuat dari tali. Yang 1 berwarna hitam-putih, dan 1 lagi berwarna kuning-merah. Dia menyuruh gue dan y memilih. 'Oh, jadi kita dikasih juga?' itu pikiran yang langsung muncul di otak gue pertama kali.
X, sebagai teman yang baik, sebelum masuk menceritakan sesuatu. Bahwa sebenarnya, di hari sebelum pemberian gelang, K oppa meng-Katalk X dan mengatakan bahwa besok dia punya hadiah dan agar tidak menceritakannya ke gue dan y. Bahwa itu adalah rahasia.
Entah dia kerasukan apa, sehingga dia jadi lupa, dan malah memberikan gelangnya ke x di depan banyak orang; di depan gue dan y.
Instead of happiness, gue lebih merasakan bahwa gesture dia adalah politeness; formality. Feel nya udah beda.
Setelah insiden gelang, banyak detail-detail kecil; hal-hal sederhana, yang masih dia lakukan, dan berbeda, antara ke x dan ke gue serta y. Perlu gue perjelas, bahwa dalam kasus-kasus ini gue tidak menyalahkan x sama sekali. Hanya karena warna kesukaan mereka sama, bukan berarti gue - karena ingin diperlakukan sama - langsung mengatakan bahwa warna kesukaan gue pun sama. X pun dalam posisi yang membingungkan, dimana tentu saja dia ga mungkin menolak perlakuan K oppa ke dia. Namun, dia pun merasakan bahwa kita cukup sedih karena merasa mendapatkan perlakuan yang berbeda.
Karena ga tahan, suatu hari gue berkata jujur ke dia lewat Katalk, bahwa sebenarnya gue dan y sedih karena merasa bahwa dia hanya memikirkan x. Dia bales, dia pun tahu, dia jadi ngerasa khawatir dan akhirnya meminta maaf.
Namun, sampai hari terakhir PAS pun perasaan gue masih mengganjal. Masih ada yang ga enak. Masih ada sesuatu yang belum selesai (kalau kata Raditya Dika di Koala Kumal).
Karena ga tahan, gue mencurahkan semuanya ke temen BKK gue, yaitu Dina. Dina bukanlah temen deket gue. Namun kita cukup sering berkomunikasi karena kita tidak sengaja satu kelas di pelajaran Teater. Ya, terkadang ada hal-hal yang bisa kita ceritakan ke orang lain yang bukan temen deket kita. Terkadang kita butuh seseorang yang tidak bisa membaca kita seperti buku; jelas. Dan gue sedang membutuhkan teman seperti itu. Dan Dina adalah orang yang pas karena dia termasuk dalam blok nomaden di BKK (tidak menetap di suatu grup), dia bisa mingle dengan sangat mudah ke siapa aja, dia netral dan walaupun sering kurang ajar, tapi kata-katana cukup bagus untuk sering dijadikan quotes.
Kesannya gue sangat tidak menyukai K oppa, tapi hari terakhir gue pun sedih, gue nangis, karena gue merasa, bagaimanapun juga dia tetaplah mentor gue dan tentu saja gue bakal kangen sama dia.
Tapi, bahkan, begitu dia balik ke Korea pun, masih ada saja hal-hal yang membuat gue sedih.
Seperti bagaimana tiba-tiba gue melihat update-an Path si y yang mengatakan bahwa begitu dia bangun, sudah ada Katalk dari K oppa yang mengatakan bahwa dia sudah sampai di Korea. Sedangkan harus gue yang bertanya duluan apakah dia sudah sampai di Korea dengan selamat.
Atau gimana tiba-tiba gue melihat updath IG si x yang meng-capture hasil video call dia bersama K oppa dan pacarnya.
Gue merasa sangat childish karena - mau ga mau - gue harus mengakui bahwa apa yang gue rasakan adalah rasa iri, cemburu, jealous atau kosakata lainnya yang berhubungan.
Kebetulan, selesai PAS, gue langsung ngajak Dina buat main ke Tangerang dan nginep di rumah gue dengan alibi gue butuh hiburan. Gue butuh distraksi.
Dan dari hari Rabu Dina nginep di rumah gue sampai besok (akhirnya) dia pulang (hahahaha bercanda din), lumayan banyak kita mendiskusikan perlakukan K oppa. Mendiskusikan perasaan gue (tsah) dan apa yang harus dilakukan ke depannya (ini kok kesannya kayak rencana rumah tangga).
Dan puncaknya adalah hari ini. Dina meng-Katalk K oppa dan mengatakan bahwa gue pernah menangis gara-gara dia (bahkan bukan sekali, kalau boleh jujur), bahwa perlakuan K oppa cukup keterlaluan dan bla bla bla.
Ga gue sangka bahwa balasannya ternyata adalah bahwa dia sudah tahu.
Bahwa dia sudah tahu hal itu lebih baik daripada Dina sendiri.
Bahwa dia merasa bersalah.
Dan berjanji kedepannya akan memperlakukan gue dengan lebih baik lagi.
Gak apa-apa kalau mungkin dia memperlakukan gue secara berbeda. Gak apa-apa kalau dia ngerasa gue (agak) gak suka sama dia. Bahkan, gak apa-apa kalau ternyata sehabis ini (mungkin) dia memperlakukan gue karena adanya rasa bersalah dibaliknya.
Gue sadar, kita ga bisa mengharapkan seseorang untuk memperlakukan kita sama dengan orang lain; mendapatkan porsi yang sama. Kita bisa menjadi orang yang mendapatkan posisi istimewa, tapi juga bisa posisi paling tidak disukai.
Tapi, kita bisa merubah posisi kita. Dan menurut gue, bukan ke posisi yang istimewa atau tidak istimewa, melainkan ke posisi yang lebih baik atau sebaliknya. Istimewa dan lebih baik itu konteksnya berbeda. Karena terkadang apa yang istimewa belum tentu lebih baik daripada yang lain. Dan gue ga meminta K oppa untuk memperlakukan gue istimewa, gue cuma mau dia memperlakukan gue seperti biasa, tapi untuk jangka waktu yang lama.
Tanpa gue sadari sebenernya gue udah tahu, mungkin memang beginilah bagaimana K oppa memperlakukan gue. Mungkin memang beginilah bagaimana kita berkomunikasi.
Mungkin memang beginilah bagaimana nyamannya kita satu sama lain.
Mungkin memang beginilah bagaimana nyamannya kita satu sama lain.
Dina, sebagai orang yang telah membantu gue cuma berpesan bahwa hal yang perlu gue lakukan sekarang dan seterusnya adalah terus berkomunikasi. Mau itu hal ga penting sama sekali, yang penting jangan sampai putus. Karena, seringnya kita berkomunikasi dengan seseorang, lambat laun bisa membuka keterbukaan emosi satu sama lain (ew, gue pengen muntah nulisnya).
The very last one |
It started on Thursday, 15 January.
Then it continued on Friday, 16 January.
And then on Wednesday, 21 January.
24 January until now, Friday 30 January.
And I hope it's still counting.
"Cie dapet batik" ujar cameraman |
"Wah, kancingnya bulat-bulat" |
Mana X mana Y hayooo |
Last day eak eak |
"Risa, jangan cuma suka idol Korea, suka juga ya sama Bahasanya. Semangat terus ya, makasih, kau sudah bekerja keras^^" |
PS : Post ini mengandung ke-baper-an yang sangat tinggi. Harap dimaklumi dan jangan diejek. Ini curahan hati semata.
Ih andi kok gw jadi ikutan sedih sih baca yg ini.....
ReplyDeleteBerasa lu yg paling menderita padahal selama ini lu yg paling jahat apalagi ke juju ;)