Friday, January 16, 2015

The Yellow Jungle : PAS #1

Olaho!!

Apa kabar saudara-saudari ku sebangsa dan setanah air? Baik-baik sajakah? Alhamdulillah kalau semuanya baik-baik saja. 

Sayangnya, justru gue lah yang sedang tidak baik-baik saja. Anda pasti sedang penasaran sekali bukan sekarang? Baiklah mari saya ceritakan......


Gue lupa tanggal berapa, pokoknya hari itu cukup mendung ditambah gerimis-gerimis romantis di FIB UI. Ceritanya, angkatan gue (2014) ditambah beberapa senior dari 2013 dan 2012 berkumpul di cluster / klaster / kelas terbuka buat pemilihan anggota PAS tahun 2015.

PAS sendiri itu adalah Pasific Asia Society. Singkatnya, nanti bakalan banyak orang Korea dateng dan belajar Bahasa Indonesia sekaligus mengajar Bahasa Indonesia. Ga cuma tukeran bahasa, kita juga tukeran semacam ekskul gitu.


Nah, sayangnya ga seangkatan boleh ikut. Tahun ini, dari angkatan gue bakal dipilih sekitar 21 orang buat ikut PAS itu. Sisanya bisa ikut ekskul atau ga ya say hello to liburan di rumah.

Gue, sebagai anak Indonesia yang sangat mencintai sebuah kebudayaan yang telah ada turun temurun sejak dulu, yaitu liburan; jelas amat sangat mengharapkan gak kepilih tahun itu. Pasalnya kegiatan PAS ini berlangsung saat liburan dari tanggal 8-26 Januari. Sedangkan liburan gue sendiri berlangsung dari akhir Desember 2014 sampai 9 Februari 2015. Kehitung ga berapa waktu gue yang terpakai kalau kepilih PAS?

Ya, itu pemikiran pertama gue. Sampai kemudian kocokan dimulai buat milih nama-namanya (ya, kita pakai kocokan arisan). Awal-awal yang keluar nama temen-temen gue, seperti si Nadya, Lifia, Citra, dll. Gue ngeledekin mereka terus karena itu artinya mereka ga akan bisa menikmati liburan yang panjang dan menyenangkan di rumah. Sampai mereka pun menyumpahi gue agar nama gue kepilih.

Jelaslah gue berkata itu tidak akan mungkin. 

Sampai tiba giliran kelas gue.........



Tidak perlu gue jelaskan secara rinci kronologisnya. Yang jelas hari itu juga gue harus mengucapkan selamat tinggal kepada liburan.

Ya. Gue ikut kepilih.



Habis itu sampai masuk awal Januari gue engga memikirkan PAS sama sekali. Sampai udah H-1, baru gue dag dig dug. Pasalnya, selama liburan gue ga mengasah kemampuan Bahasa Korea gue lagi sama sekali. Bahkan buku pelajaran gue semua gue tinggalkan di asrama. Gue ke rumah cuma bawa badan dan baju-baju. 

Sebenernya hari pertama itu tanggal 8 Januari 2015. Tapi hari pertama baru opening ceremony yang isinya pembukaan-pembukaan, pengenalan eksul dan pemilihan ekskulnya juga. Tapi dari yang kita semua tahu, nantinya pas belajar, kita bakalan punya 1 mentor (cewek/cowok). Dan 1 mentor itu bakalan ngajar 3 orang.

Gue, Nadya sama Muthia udah janjian buat sekelompok. Ga taunya, pas pemilihan mentor, mereka mengeluarkan 3 barang milik mereka masing-masing. Dan kita disuruh milih. Dan 3 barang punya salah satu mentor yang diambil oleh 3 orang dari kita otomatis akan sekelompok (ngerti ga?).

Disinilah hukum alam dipraktekkan. Dimana yang kuat yang menang, dan yang lemah pasti kalah. Gue sebagai orang yang termasuk suka telat dalam mencerna suatu informasi, bergerak lebih lambat daripada yang lain dan akhirnya ngambil barang sisa yang ada, yaitu dompet. 

Dompetnya warna coklat. Terbuat dari kulit dan tebal. Sangat tebal. Entah karena kebanyakan kartu atau struk belanjaan. Siapa yang tahu? 

Yang jelas gue tahu itu punya cowok. Dan disini pulalah kita bermain analisis.

Coba pikirkan. Setiap kali kalian bertemu atau akan berkenalan dengan orang yang baru, rata-rata pasti memilih seseorang yang mempunya gender yang sama dengan kita. Menurut pendapat kebanyakan orang (dilihat dari sudut pandang perempuan, tentu saja) jika cewek bertemu dengan cewek, makan pembicaraan akan berjalan dengan natural. Banyak hal yang bisa diperbincangkan dengan sesama cewek. Bahkan dengan 1 tema saja, kita bisa membuat beribu-ribu pertanyaan.

Dari yang paling gampang aja, cowok. Cuma dengan 1 kata, yaitu cowok; kita bisa menghabiskan banyak waktu untuk membahas makhluk Allah yang satu itu.

Tapi sisi negatifnya adalah, semakin lu mengenal temen baru lu itu yang ber-gender cewek, maka pertemanan kalian akan semakin melibatkan perasaan alias baper. Disitu susahnya.

Nah, kalau sama cowok pertemuan pertama biasanya akan amat sangat luar biasa awkward. Terutama dalam kasus gue yang tiap harinya kalau ga bergaul sama buku ya komputer, akan amat sangat luar biasa awkward dalam berkomunikasi dengan lawan jenis tersebut.

Tapi, enaknya berteman dengan cowok adalah, begitu kita saling kenal dan semakin dekat (awww), mereka bakalan bener-bener enak diajak ngomong, bahkan curhat. Tanpa bawa perasaan (untuk beberapa kasus remaja di Indonesia, mungkin akan baper. Tapi konteks yang kita bicarakan disini adalah Orang Korea yang akan sangat mustahil untuk baper unless yang dateng idola lu sendiri).


Oke, sekarang balik ke cerita awal. Sampai mana gue tadi? ah, ya dompet.

Ya, karena analisis seperti itulah gue merasa amat sangat nervous karena mendapatkan mentor cowok (kita sebut saja 'O' diambil dari oppa (kakak)). Untungnya, salah satu temen gue yang dapet mentor yang sama yaitu si Muthi. Dan satu lagi Ritha.

Setelah dapet mentor masing-masing, kita duduk buat lingkaran kecil bareng mentor kita dan dimulailah sesi perkenalan.

Gue hanya akan menyebut inisial disini. Dan inisial mentor gue adalah 'K oppa'. Nama Indonesianya sendiri adalah Kak Satria.


Satu-satunya pelajaran yang dapat gue ambil dari hari pertama itu adalah, 'Kayaknya Bahasa Korea Pororo lebih jago daripada gue yang sudah belajar Korea selama 6 bulan ini.'

Gue merasa apa yang sudah gue pelajari selama 6 bulan menguap begitu saja bagaikan air laut yang ber-evaporasi. Mereka berbicara dengan sangat cepat, mantap dan pasti. Dan disanalah gue bersama temen-temen gue yang lainnya berbicara dengan lambat dan penuh dengan ketidakpastian.

Disana jugalah sekali hukum alam berlaku, dimana kalau lu ga mengerti bahasa satu sama lain, gunakanlah apa yang ada di sekitar, seperti anggota badan, gambar dan ekspresi wajah.

Bisa kebayang gimana pertemuan pertama itu? Bisa kebayang lelahnya mental kami semua? Bisa kebayang betapa rasanya gue ingin cepat-cepat pulang dan menonton Pororo saat itu juga? Bisa kalian ngebayangin? Bisa??

Tapi, walaupun susah, gue seneng karena selama 12 tahun gue bersekolah dari sd sampai sma, baru kali ini gue mendapatkan liburan yang produktif. Dan walaupun susah, gue tahu kegiatan kayak gini bakalan berguna banget buat mengasah kemampuan gue dalam dunia per-annyeonghaseyo-an ini.

Untuk K oppa, maaf kami ga ngerti 95% dari apa yang oppa katakan. Kami bukanlah kamus berjalan seperti Kak Abil. Maafkan kami sekali lagi, K oppa.


Sebagai penutup post malam ini, apalagi yang lebih enak diliat daripada foto-foto saya dan teman-teman saya?









Bersama Nadya, teman selfie-ku.


Muthia, Nadya, :)


Mulai ngaco



Ko to the Muk



"Nad, resleting lo kebuka tuh,"



BERSAMBUNG.......

0 Words from....:

Post a Comment