Aneh. Gue merasa aura Agustus-an kali ini nyaris sama seperti kita menyambut lebaran. Heboh.
Atau mungkin emang selalu heboh, cuma karena tahun kemarin gue Agustus-an di Depok, jadi feel nya beda.
Ga kerasa udah 70 tahun aja Indonesia merdeka. Kalau kata orang-orang mah, kita masih dijajah kebodohan. Lucu, dimana gue merasa kebodohan itu kita ciptakan sendiri. Ya, orang Indonesia memang suka menyiksa dirinya sendiri. Bisa dilihat dari kelakukan abg Indonesia yang masih suka stalk mantannya, atau mendeklarasikan dirinya sebagai jomblo ngenes.
“Indonesia adalah negeri budak. Budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain.”
― Pramoedya Ananta Toer, Jalan Raya Pos, Jalan Daendels
Kalau udah ngomongin Indonesia sebenernya sama aja gue seperti menggali lubang kuburan sendiri. Kenapa? Karena kalau udah ngomongin negara sendiri pasti berhubungan dengan nasionalisme; dimana gue - sangat mengakui - jiwa nasionalisme nya masih sangat rendah.
Terbukti, bisa dilihat dari alasan kenapa gue mengambil jurusan paling laknat sejagad raya. Apalagi kalau bukan karena terjebak dalam dunia paling laknat sejagad raya; kpop (walaupun sekarang gue mulai menjauhi dunia laknat tersebut).
Alasan lainnya adalah, gue terlalu 'bergaul' dengan dunia luar.
You see, I'm balancing my world here #tsah
Jauh sebelum invasi dari dunia paling laknat yang gue sebutkan di atas, otak gue dari sd sudah sangat ter-westernisasi. Dan lebih jauh lagi sebelum gue suka barat, gue suka manga. Untill now.
Jadi, kalau kalian mau ngomongin hal-hal berbau barat, insyaallah gue nyambung. Ngomongin Jepang? Insyaallah masih nyambung juga. Ngomongin Korea? Bukan Insyaallah lagi.
Tapi, kalau kalian ngomongin Indonesia ke gue?
I'm brainless.
Dari hal yang paling simpel, yaitu musik, pengetahuan gue tentang musik Indonesia yang sekarang nol besar. Gak ada lagu Indonesia dalam file komputer gue, apalagi di hp. As I recall, lagu Indonesia terakhir yang gue dengarkan dari memori hp sendiri itu kelas 1 sma. Sisanya ya kalau ga sengaja denger di tv, radio atau angkot.
Film Indonesia pun gue masih memakai mindset 'Ah, nanti juga ada di tv'.
This, my dear friends, salah satu habit yang - gue sadari - sangat buruk untuk mendukung kemajuan karya-karya Indonesia.
Tanpa gue sadari, orang-orang seperti gue inilah yang menjadi salah satu faktor 'Indonesia masih dijajah kebodohan'. Gue masih dijajah dunia luar.
Ingin keluar? Jelas. Tapi ya kembali ke kita nya lagi, orang Indonesia sendirilah yang terkadang membuat karya-karya dalam negeri terlihat seperti tidak ada apa-apanya dibanding negara lain.
Giliran udah ada karya yang keren, yang 'beda', muncul orang-orang yang membuat karya tersebut terlihat seperti 'kacangan' (baca : alay).
See? Betapa rendahnya nasionalisme gue.
“Nasionalis yang sedjati, jang nasionalismenya itu bukan timbul semata-mata suatu copie atau tiruan dari nasionalisme barat akan tetapi timbul dari rasa tjinta akan manusia dan kemanusiaan”
― Sukarno, Di Bawah Bendera Revolusi : Jilid 1
Karena itulah gue mencari cara lain untuk meng-'Indonesia'-kan diri gue kembali; make a good impression about our people.
Seperti yang beberapa orang mungkin tahu, gue lebih sering diajak jalan-jalan ke luar daripada di dalam (THIS. ONE OF THE REASONS. Silently blaming my mom). Orang-orang baru yang gue temui di luar, sebisa mungkin gue tinggalkan impression yang bagus buat mereka.
Dari observasi yang gue dapatkan selama jalan-jalan ke luar, harus gue akui keramah-tamahan orang Indonesia ga ada yang mengalahkan. Dan dari situ, gue pengen orang luar bener-bener bisa melihat bahwa Orang Indonesia itu 'beda'.
Nyokap gue salah satunya, sering ngajak ngobrol orang yang beliau baru kenal di luar (walaupun ujung-ujungnya yang ngelanjutin conversation jadinya gue). Gue inget, pertanyaan yang beliau selalu ajukan ke orang asing adalah, " Hey, do you know Indonesia? Bali? Bali? Indonesia is beautiful! Come to Indonesia! ". Gue selalu menganggap perbuatan nyokap yang seperti itu malu-maluin (karena nyokap gue juga ngomongya ga nyantai).
Sampai suatu hari (ini kejadian 2013 pas gue ke Korea pertama kali) orang Taiwan yang sering diajak ngobrol sama nyokap ("Indonesia is beautiful! Come to Indonesia!") tiba-tiba menghampiri gue dan ngomong, " Hey! Your mom is so cool!! "
Gue diem. " Cool? Really? My mom? " gue bertanya setengah ga percaya.
Tuh orang Taiwan ngangguk, " Oh yes!! She's so funny! I like her! " terus dia pergi.
Awalnya gue menganggap angin lalu omongan dia. Sampai suatu hari lagi, gue dan nyokap lagi jalan-jalan di Hongdae, tiba-tiba dari jarak jauh di depan ada tuh orang Taiwan dan dia teriak - yang beneran teriak - manggil nyokap gue, " AAAAAA MAMA!! HEY MAMAAAA!! " sambil melambaik-lambaikan tangan dengan muka ceria.
Gue bengong. Nyokap gue dadah-dahan balik.
Gue masih bengong.
Terus nyokap nanya, " Neng, kok tuh orang manggil mama, mama? "
" O..oh mungkin karena dia sering denger aku manggil mama? " jawab gue waktu itu. Yang dimana beberapa hari kemudian gue baru inget kalau orang Taiwan pun memanggil ibu mereka "媽媽 (mah-mah)", yang dibaca 'mama' juga.
Semenjak saat itu, setiap ketemu tuh orang Taiwan dia akan selalu manggil nyokap gue dengan 'mama'. Gue sebagai anak jealous dong, masa nyokap gue direbut orang lain??
Tapi semenjak itu pula, gue ga pernah menganggap apa yang nyokap lakukan sebagai hal yang memalukan. Karena gue sadar, kalau emang hal tersebut bisa membuat impression yang bagus, ya kenapa engga? Mungkin orang lain bisa juga menganggap bahwa orang Indonesia lainnya pun ramah (dan sksd, dalam kasus nyokap gue).
Hal ini gue coba praktekan ketika kemaren masa belajar gue di Korea yang sebulan. Tentu aja bukan dengan tiba-tiba bilang " Indonesia is beautiful! Come to Indonesia! "
Dari yang gue pelajari selama sebulan di Korea kemaren, temen-temen sekelas gue masih pada pasif antara satu sama lain dan masih bergaul dengan temen se-negara mereka sendiri.
Gue ga akan muna, jelas gue juga kayak gitu di awal-awal, apalagi gue anak baru, sedangkan mereka udah ada yang berbulan-bulan. Tapi gue mencoba membaur, gue mencoba 'open', gue pengen obrolan gue nyambung sama mereka satu per satu.
Gue mencoba mendekati anak paling muda dan paaaaaaaaaaaaling pendiem di dalam kelas gue, orang Cina, namanya Iyon. Gue coba ajak ngobrol (dan sksd) ternyata anaknya asik. Di saat kenalan kayak ginilah ilmu kpop gue berguna. Dan ternyata doi suka suju. Sebagai mantan elf, gue ajak ngobrol lah tentang suju. Alhasil jadi sama dia yang paling deket di kelas (ada pas ujian speaking ditanya sama gurunya, siapa anak yang paling deket di kelas dan gue jawab nama dia tanpa pikir panjang). BAHKAN BEBERAPA HARI YANG LALU DIA UPLOAD FOTO DI IG TERUS DIA TAG GUE DENGAN CAPTION ' I MISS YOU...' HUHU IYON I MISS YOU TOO >_<
Gue pun mendekati 2 orang Jepang di kelas dengan ilmu kpop dan gue jadi ngobrol sama mereka karena tahu siapa kesukaan mereka.
Bahkan gue chattingan panjang lebar sama salah satu cowok Cina di kelas, yang sebelumnya ga pernah gue ajak ngobrol sama sekali. Dari hasil chattingan panjang itu gue jadi tau kalau dia pengen jadi chef. Semenjak saat itu gue selalu manggil dia " 요리사-씨 ", yang artinya chef, dan dia selalu ketawa malu-malu gara-gara gue sering panggil begitu.
Atau ketika temen Sweden gue yang tiba-tiba manggil dan dengan tiba-tiba juga mengajarkan gue Bahasa Swedish yang terdengar seperti kumur-kumur paling terkumur (?) dalam hidup gue.
Atau ketika hari terakhir, gue pulang bareng dan ngobrol banyak sama salah satu anak dari Srilanka, yang ternyata asik banget juga pas diajak ngobrol.
Tujuan gue berusaha menyingkirkan sifat introvert gue untuk sementara dan approach mereka satu-satu adalah ya itu; gue pengen impression yang gue tinggalkan ke mereka tentang orang Indonesia itu bagus.
Pernah juga pas ujian speaking depan kelas bareng partner praktekin dialog gitu (gue bareng Iyon, padahal itu udah diacak), gue berusaha memotong urat malu sebentar dan nyoba akting - yang menurut gue - sangat sederhana (mereka belum liat akting Dina!). Tapi hasilnya mereka tepuk tangan dengan cukup heboh, bahkan ada yang sampe ngacungin jempol, dan pulangnya ada yang bilang " Good job! " juga ke gue. Semenjak saat itu, sebutan mereka ke gue adalah " 6반의 영화 배우 " atau 'aktris nya kelas 6' (karena gue di kelas 6). Gue kaget karena kebanyakan nyebut gue begitu di message yang gue suruh tulis.
Padahal, cuma dengan akting paling sederhana, tapi udah meninggalkan impression kayak gitu, gimana gue ga terharu?
Dari pengalaman-pengalaman kayak gitulah, apa yang gue pengen sampaikan sebenernya adalah, banyak hal dan banyak cara yang bisa lo lakukan untuk Indonesia. Untuk membuat orang-orang notice kalau Indonesia itu 'ada'; kalau orang-orang kita itu begini, budaya kita itu begini, dll.
Dan dengan mempelajari bahasa negara lain, menurut gue artinya kita membuktikan bahwa kita sangat mampu berkompetisi dengan negara lain. Kalau kita mengerti bahasa mereka, percayalah, mereka gak akan menganggap kita bodoh, karena belajar suatu bahasa baru itu sulitnya luar biasa.
Nasionalisme gue mungkin masih rendah, pengetahuan gue akan Indonesia masih rendah, tapi gue berusaha untuk meng-Indonesia-kan diri gue sendiri di hadapan orang-orang luar. Biarlah kejelekan ini menjadi urusan gue, dan tanggung jawab gue untuk diperbaiki. Tapi gue ga mau ngeliat pandangan orang luar terhadap Indonesia jelek.
Ketika orang luar melihat salah satu kejelekan kita, maka bukan cuma kita yang dinilai, tapi negara kita juga ikut dinilai kualitasnya.
Dan menurut gue, kalau pandangan orang luar terhadap negara kita bagus, maka kita sendiri kan yang bakal bangga? Dan kebanggaan itu nantinya yang bakal membuat mata kita terbuka terhadap negara kita sendiri. Bahwa negara kita pun worth akan sesuatu, patut berkompetisi dengan negara-negara lain dan tentu aja, patut untuk kita cintai.
Jadi, sudah 'Indonesia' kah dirimu?
“You might think there is nothing more patriotic than dying for your country, but I think there is nothing more patriotic than living for your country.”
― Jarod Kintz,
“Kalau suatu negara seperti Amerika mau menguasai samudra dan dunia, dia mesti rebut Indonesia lebih dahulu buat sendi kekuasaan.”
― Tan Malaka, Madilog
“Indonesia ini memang negeri yang unik, penuh dengan hal-hal yang seram serius, tetapi penuh dagelan dan badutan juga. Mengerikan tapi lucu, dilarang justru dicari dan amat laku, dianjurkan, disuruh tetapi malah diboikot, kalah tetapi justru menjadi amat populer dan menjadi pahlawan khalayak ramai, berjaya tetapi keok celaka, fanatik anti PKI tetapi berbuat persis PKI, terpeleset tetapi dicemburui, aman tertib tetapi kacau balau, ngawur tetapi justru disenangi, sungguh misterius tetapi gamblang bagi semua orang. Membuat orang yang sudah banyak makan garam seperti saya ini geleng-geleng kepala tetapi sekaligus kalbu hati cekikikan. Entahlah, saya tidak tahu. Gelap memprihatinkan tetapi mengandung harapan fajar menyingsing......(menyanyi) itulah Indonesia. ― Y.B. Mangunwijaya
0 Words from....:
Post a Comment